Aktivitas manusia pada hari kemarin menjadi sejarah pada hari ini. Sejarah itu menentukan kehidupan kita hari ini. Dan aktivitas kehidupan manusia hari ini menentukan kehidupan kita di hari esok.
Masa lalu, suku suku di Tanah Papua pernah hidup dalam suana rukun dan damai. Walaupun ada perang suku, tetapi ada aturan mainnya.
Ketika para Misionaris datang menjangkau suku-suku di Tanah, mereka membawa Injil Tuhan kemudian disusul dengan kehadiran Pemerintah Belanda. Mereka mempersiapkan suku suku di Tanah Papua untuk membangun peradabannya di atas kaki sendiri.
Belanda berhasil mempersiapkan bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehingga pada tahun 1960 dibentuklah sekitar 12 Partai Politik. Dan pada bulan April 1961 badan legislatif (Parlemen Papua) yang dikenal dengan nama NIEUW GUINEA RAAD (NGR) dibentuk.
Pemerintah Belanda mendorong NGR membentuk Komite Nasional Papua (KNP) sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Bangsa Papua. KNP memfasilitasi para anggota NGR dan utusan rakyat dari tujuh wilayah Adat untuk menghadiri suatu pertemuan. Pertemuan itu digelar antara 17 - 19 Oktober 1961.
Pada puncak pertemuan pada 19 Oktober 1961, NGR bersama utusan warga Papua dari tujuh wilayah Adat mendeklarasikan Manifesto Politik Bangsa Papua. Berikut ini beberapa point penting dalam Manifesto, antara lain: (1) Menetapkan bangsa kami Papua; (2) Menyatakan "Kemerdekaan Bangsa Papua"; (3) Menetapkan Tanah Air kami "Papua Barat"; (4) Menetapkan Bendera Kebangsaan "Bintang Fajar"; (5) Menetapkan Lagu Kebangsaan "Hai Tanah Airku Papua"; (6) Menyatakan "Bendera Bintang Fajar berkibar berdampingan dengan Bendera Belanda".
Bangsa Papua sudah menentukan nasib masa depannya melalui Deklarasi Manifesto Politik Bangsa Papua yang diumumkan secara resmi dalam suatu upacara pada 1 Desember 1961 atas restu Ratu Belanda, Yuliana.
Perayaan 1 Desember 1961 itu disambut dengan penuh suka cita di seluruh warga Papua yang mendiami di tujuh wilayah Adat sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua. Pernyataan kemerdekaan 19 Oktober 1961 yang diumumkan pada 1 Desember 1961 itu SAH dan FINAL. Upacara itu dihadiri oleh utusan Belanda, Australia, Inggris, Prancis dan PNG.
Berita tentang Pengibaran Bendera Papua itu disebar-luaskan oleh berbagai wartawan, baik di dalam negeri dan di luar negeri. Berita ANTARA milik media Negara Indonesia juga memuat berita tentang berdirinya Negara Papua yang ditandai dengan pengibaran Bintang Fajar yang diiringi lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua.
Setelah 18 hari bangsa Papua merayakan hari kemerdekaannya, pada 19 Desember 1961 Soekarno mengumumkan maklumat Tiga Komando Rakyat (TRIKORA). Di dalam maklumat TRIKORA itu, Presiden Soekarno mengakui adanya "Negara Papua" yang dibentuk oleh Belanda, dan mengakui adanya bendera Papua berkibar. Walaupun TRIKORA itu diumumkan dengam maksud menganeksasi bangsa Papua ke dalam NKRI, tetapi pengakuan adanya Negara Papua dan adanya bendera Papua berkibar oleh presiden Soekarno itu adalah merupakan legitimasi atas lahirnya Bangsa dan Negara Papua, dan pengakuan itu SAH dan FINAL (de jure).
TRIKORA dan tindak-lanjutnya yaitu invasi militer dan invasi politik Negara Indonesia telah mengantar kedua belah pihak, yaitu Indonesia dan Belanda pada suatu perjanjian damai, yang dikenal dengan sebutan "Perjanjian New York" pada 15 Agustus 1962. Perjanjian ini diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy. Perjanjian ini diratifikasi oleh PBB dalam resolusi 1752.
Dengan adanya perjanjian ini, maka pada 1 Oktober 1962, Belanda angkat kaki dari Tanah Papua dan perwalian Papua diserahkan kepada badan PBB yang bernama UNTEA (United Nations Temporary Eksekutif Authority). Kemudian UNTEA serahkan perwalian Papua kepada Negara Indonesia pada 1 Mei 1963. Tujuan UNTEA serahkan bangsa Papua kepada Negara Indonesia untuk mempersiapkan bangsa Papua menentukan nasib masa depannya melalui sebuah jajak pendapat yang disebut "Penentuan Pendapat Rakyat" (PEPERA) yang digelar pada tahun 1969. PEPERA ini dipersiapkan dan dilaksanakan di bawah tekanan militer Indonesia yaitu intimidasi, teror, dan penganiayaan serta pembunuhan. Sehingga PEPERA 1969 itu CACAT HUKUM, CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI.
Dalam sidang umum PBB hasil PEPERA itu dilaporkan oleh utusan khusus PBB, Ortisan. Tetapi laporan itu ditolak oleh 15 Negara Bangsa Kulit Hitam. Sehingga tidak ada kata sepakat dalam Sidang Umum PBB pada tahun 1969. Dengan terpaksa, hasil PEPERA 1969 itu hanya dicatat saja dalam resolusi 2504.
Proses aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI itu dari sisi hukum sangat lemah. Kepentingan aneksasi Papua ke dalam NKRI itu hanya karena kepentingan ekonomi, politik dan keamanan. Tetapi lebih dominannya adalah kepentingan ekonomi. Sehingga sampai hari ini Negara Negara di dunia menjalin kerja sama dengan Negara Indonesia untuk menyedot kekayaan alam Papua. Tiang penopang bangsa Papua tetap dalam bingkai NKRI itu hanya karena kepentingan kerja sama dalam bidang ekonomi. Lain tidak ada.
Bangsa Papua dianeksasi ke dalam NKRI ini hanya karena Belanda tidak mampu bertahan menghadapi tekanan Amerika Serikat. Sebelumnya, Amerika Serikat, Inggris dan Australia mendukung Belanda untuk mempertahankan wilayah Papua. Tetapi, Amerika Serikat tergiur dengan penemuan Emas di Gunung Namengkawi (Grasberg) di Timika sehingga Amerika Serikat bekerja-sama dengan Indonesia untuk menganeksasi bangsa Papua ke dalam NKRI.
Bangsa Papua diserahkan ke dalam NKRI bukan untuk selamanya. Aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI itu belum final. Bangsa Papua punya masa depan di luar dari bingkai NKRI.
Bangsa Papua sudah menentukan nasib sendiri melalui Deklarasi Manifesto yang menyatakan kemerdekaan bangsa Papua pada 19 Oktober 1961, yang diumumkan secara resmi pada 1 Desember 1961. UDI 19 Oktober 1961 dan 1 Desember 1961 itu SAH dan FINAL.
Bangsa Papua dari dahulu mempertahankan kemerdekaan 1 Desember 1961. Dalam Kongres Rakyat Papua II (KRP II) dalam resolusi point pertama telah mempertahankan kemerdekaan 1 Desember 1961 dengan menyatakan: Bangsa Papua telah merdeka pada 1 Desember 1961.
Dari dahulu rakyat bangsa Papua mempertahankan kemerdekaan 1 Desember 1961, hanya pemimpin tertentu dari bangsa Papua yang tidak konsisten mempertahankan kemerdekaan 1 Desember 1961. Bangsa dan Negara Papua lahir satu kali, 19 Oktober 1961 yang diumumkan pada 1 Desember 1961. Bangsa dan Negara Papua itu lahir satu kali untuk selamanya dan mari kita mempertahankan kemerdekaan bangsa Papua, dan meningkatkan diplomasi politik di luar negeri secara intens dan kontinyu melobi Negara Negara di dunia untuk mengakui kemerdekaan bangsa Papua secara de jure atas kemerdekaan de facto 19 Oktober 1961 yang diumumkan pada 1 Desember 1961.
Hari ini banyak orang Papua, khususnya banyak aktifis Papua merdeka mendorong agenda referendum dan pengakuan kemerdekaan. Belum bersatu dalam agenda revolusi.
Hari ini para pejuang bangsa Papua baik dalam dan luar negeri tidak bersatu. Banyak organisasi perjuangan Papua dibentuk baik di dalam dan luar negeri, sehingga ada banyak kepala lahir, ada banyak deklarasi dan proklamasi sehingga ada banyak presiden Papua diorbitkan bahkan ada yang mengangkat diri.
Bangsa Papua itu SATU, tetapi banyak organisasi lahir dengan tujuan bersatu, ternyata ujung-ujungnya terjadi pecah belah kesatuan bangsa Papua.
Tujuan perjuangan bangsa Papua itu SATU, yaitu merdeka berdaulat untuk MENEGAKKAN HARGA DIRI, tetapi banyak orang Papua diboncengi oleh pihak lain untuk mencapai kepentingan tertentu, sehingga mengaburkan tujuan mulia bangsa Papua.
Mari kita berdoa puasa bagi kesatuan, kedamaian, dan pemulihan bangsa Papua dari Gad Sorong sampai Samarai PNG, serta terus berjuang menggapai cita cita luhur bangsa Papua yaitu "merdeka berdaulat untuk menegakkan harga diri dalam kerangka mewujudkan Damai Sejahtera di bumi seperti di Surga" yaitu "duduk sama rendah berdiri sama tinggi dalam semangat satu rakyat satu jiwa siapkan jalan Tuhan dilandasi 10 perintah Allah yang dimeteraikan hukum kasih - 'saling mengasihi'.
Atas pertolongan Tuhan, PAPUA PASTI BISA.
Oleh: Selpius Bobii, Koordinator JDRP2, juga Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat // Kampung Harapan - Nabire: Minggu, 28 Juli 2024 //