West Papua, Suaralapago.News_Perjanjian New York Strategi Amerika Serikat Untuk Menghalau Pengaruh Uni Soviet Di Asia Tenggara dan Pasifik
Setelah perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 baru sebulan kemudian ada pertemuan rahasia roma Agreement 30 September 1962.
Dalam perjanjian roma inilah pemerintah Indonesia Amerika Serikat dan Belanda kongkalikong mengatur siasat pelaksanaan referendum harus dimenangkan Indonesia.
Perjanjian di Roma Italia pusat gereja Katolik ini sejumlah kepentingan Indonesia dan Amerika Serikat di West New Guinea juga disepakati.
salah kesepakatan adalah tentang kontrak karya PT Freeport dan penandatanganan dilakukan pada 7 April 1967 setelah presiden pertama Indonesia Sukarno digulingkan melalui operasi hitam CAI Amerika Serikat.
Presiden Sukarno digulingkan untuk meloloskan kepentingan Amerika Serikat disepakati dalam perjanjian roma bisa berjalan mulus.
Ketika kita melihat kembali cikal-bakal terjadinya perjanjian New York Agreement sendiri sesungguhnya strategi Amerika untuk menghalau kepentingan Uni Soviet di Asian tenggara dan di Pasifik.
Karena proposal dari Amerika Serikat menawarkan diri sebagai mediator masalah Papua takut pengaruh Uni Soviet di Asia Tenggara melalui Presiden Sukarno saat itu anak kandung Soviet anti imperialisme.
Perjanjian New York 15 Agustus dan kudeta penggulingan sang proklamator kemerdekaan Indonesia Sukarno bagian dari strategi perang dingin Amerika Serikat terhadap Uni Soviet mengorbankan nasib bangsa Papua.
Maka perjanjian New York Agreement strategi Amerika untuk kepentingan ekploitasi di Indonesia lebih khusus di Papua. Dimana kita bisa lihat isi perjanjian New York pasal 2 menjadi dasar Hukum Aneksasi Peralihan Administrasi Papua Barat Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pada 1 Mey 1963.
Perjanjian yang menjadi legitimasi Indonesia menganeksasi Papua berdasarkan rujukan perjanjian New York pasal II.
Duta besar Amerika untuk Itu ditugasi di Kota Virginia Amerika Serikat oleh Diplomat Amerika Serikat untuk PBB Bernama Ellsworth Bunker.
Gagasan Ellsworth Bunker Itu Berjudul "Proposal Bunker". Tersebut ditawarkan sebagai jalan damai bagi penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia dalam Sengketa Perebutan Tanah Papua saat.
Proposal Bunker itu diterima dan ditandatangani oleh Belanda, Indonesia dan Amerika Serikat di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kota New York Amerika Serikat Pada, 15 Agustus 1962.
Jika kita melihat kembali hukum internasional tentang hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Pribumi dengan resolusi PBB 1514 dan lahirnya dewan perwalian dan komite 24 atau komite dekolonisasi maka perjanjian New melanggar prinsip hukum internasional dan ilegal.
Karena pada tahun 1947 pernah terjadi perjanjian Canberra pada bulan Februari untuk membiarkan nasib bangsa-bangsa terjajah di wilayah Pasifik agar mendapatkan hak dekolonisasi.
Dalam perjanjian Canberra delegasi West New Guinea, delegasi Maluku dan Nusa Tenggara atau NTT juga ikut menghadiri dalam perjanjian Canberra.
Perjanjian Canberra ini terjadi atas semangat dekolonisasi PBB di bawah naungannya dewan perwalian melalui sub Pasifik commission.
Maka jadi pertanyaan adalah atas dasar apa Amerika Serikat buat proposal Bunker dan apa kepentingan? Apakah motivasi menjadi malaikat siang bolong.
Karena setelah perjanjian Canberra wilayah West Papua sudah menjadi daftar lis dekolonisasi sehingga seharusnya Amerika Serikat mendesak Belanda, PBB dewan perwalian dan komite dekolonisasi mempercepat West Papua.
Bukan dia Amerika Serikat yang jadi mediator tetapi organ PBB sendiri untuk memberikan ruang Demokrasi bagi orang Papua menentukan nasib sendiri dibawa naungan dewan perwalian dan committee 24 dekolonisasi.
Disi lain proposal Bunker itu murni untuk mempercepat proses dekolonisasi dan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua berarti tidak perlu perjanjian roma Agreement 30 September 1962 tersebut.
Karena ada regulasi tentang hak penentuan nasib sendiri sudah ditandatangani 15 Agustus namun 30 September ada perjanjian ilegal Mensiasati bagaimana pepera harus dimenangkan Indonesia.
Dalam pelaksanaan Referendum di Papua pada tahun 1969 dilakukan berdasarkan kesepakatan rahasia di Italia ( Roma Agreement) bukan berdasarkan perjanjian New York dan hal itu terbukti realisasi pelaksanaan penentuan pendapat rakyat disingkat PEPERA.
Proses PEPERA dimulai dari tanggal 14 Juli 1969 di Merauke sampai 2 Agustus 1969 di Holandia Jayapura mengabaikan perjanjian New York pasal 18 tentang satu orang satu suara ( One Men Vote).
Dua perjanjian New York maupun Roma Agreement merupakan awal pengihanatan, awal kejahatan dan awal praktek rasisme terhadap bangsa Papua.
Dalam dua perjanjian itu orang asli Papua yang punya hak mutlak wilayah West Papua tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Maka sangat masuk akal dan logis jika orang Papua hari ini mengatakan perjanjian New York Roma Agreement sampai pelaksanaan PEPERA 1969 ilegal dan catat hukum dan moral.
Maka masuk logis orang Papua hari ini menurut referendum karena dalam proses mempersiapkan regulasi referendum sampai dengan pelaksanaan orang Papua tidak dilibatkan sepenuhnya.
Dilihat dari proses tersebut maka hak dekolonisasi dan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa masih berlaku sampai dengan detik ini.
Berdasarkan Perjanjian New York Agreement pasal II dan berdasarkan dokumen penerangan dari kementerian Indonesia sendiri mencatat bahwa peralihan administrasi wilayah West Papua kepada pemerintah Indonesia pada 1 Mei 1963 sebagai pemerintah sementara untuk mempersiapkan proses dekolonisasi West Papua dan mempersiapkan proses hak penentuan nasib sendiri melalui referendum 1969.
Namun pemerintah Indonesia menghianati perjanjian New York Agreement dan tidak memposisikan dirinya sebagai pemerintahan walinya dari UNTEA namun menjadi koloni di West Papua sampai saat ini.
Karena setelah pelaksanaan PEPERA 1969 senangkan militer Indonesia didukung Amerika Serikat di Papua hasil di terjadi pro kontra dan tidak ada resolusi politik diadopsi PBB.
Resolusi 2504 hanya resolusi pembangunan 25 tahun Indonesia dan Belanda membangun Papua dengan anggaran dilontarkan melalui Bank Asia.
Siasat ini juga sebelumnya disepakati di Roma Italia semua skenario dan strategi sudah diatur sedemikian rupa Amerika Serikat Indonesia dan juga Belanda serta PBB.
Dengan dasar prinsip hukum internasional maka Indonesia sebagai negara perwalian memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan ruang orang Papua menentukan nasib sendiri (Self Determination) melalui mekanisme referendum untuk memenuhi hukum internasional yang disepakati melalui New York Agreement di markas besar PBB.
61 Tahun Indonesia Berkuasa Di Papua Sebagai Pemerintah Sementara Wajib Berikan Ruang Demokrasi Referendum Ulang di Papua.
Indonesia Memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan ruang Demokrasi seluas luasnya kepada Bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Penyerahan Wilayah Papua kepada Indonesia untuk melaksanakan pelaksanaan referendum secara demokratis satu orang satu suara berdasarkan perjanjian New York pasal 18 tentang hak suara setiap orang dewasa baik perempuan maupun laki-laki l.
Peralihan Administrasi dari UNTEA kepada Indonesia 1 Mei 1963 sebagai pemerintahan sementara untuk mempersiapkan proses hak penentuan nasib sendiri Self Determination sesuai resolusi PBB 1514 dan perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 untuk referendum di Papua.
Penyerahan Administrasi kepada Indonesia sebagai pemerintah sementara menggantikan pemerintahan PBB untuk mempersiapkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Indonesia gagal melaksanakan tugas diberikan oleh PBB kepada Indonesia mendorong hak penentuan nasib sendiri ditugaskan kepada pemerintah Indonesia berdasarkan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 1514 XV) tanggal 14 Desember 1960.
Setelah Indonesia menerima mandat pada 1 Mei 1963 tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan melanggar resolusi 1514 dan madat perjanjian New York pasal II tentang penyerahan wilayah Papua kepada Indonesia sebagai pemerintah sementara.
Indonesia juga diberikan tugas pada 1 Mei 1963 untuk melaksanakan tugas komite dekolonisasi pada tahun 1962.
Resolusi Majelis Umum sesi kelima belas, yang menyatakan kemerdekaan bagi negara dan bangsa di bawah pemerintahan kolonial.
Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara, dan Masyarakat Kolonial pada tahun 1960 tanpa suara yang menantang.
Melalui Komite PBB tentang Dekolonisasi, yang didirikan pada tahun 1962, PBB telah memfokuskan perhatian pada dekolonisasi mengawasi dekolonisasi wilayah belum memiliki pemerintahan sendiri.
Dewan Perwalian (Trusteeship Council) Perserikatan Bangsa-Bangsa (tidak aktif semenjak tahun 1994 setelah kemerdekaan Palau, satu-satunya wilayah perwalian PBB yang tersisa sekitar 14 wilayah.
Indonesia tidak melaksanakan kewajibannya telah melanggar prinsip hukum internasional dan tujuan mendirikan PBB.
Tujuan utama mendirikan PBB Menjaga perdamaian dan keamanan dunia; Memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antar bangsa melalui penghormatan hak asasi manusia
Membina kerja sama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Kemudian pada 1 Januari 1942, ketika 26 pemerintah negara berjanji untuk melanjutkan usaha perang menandatangani Piagam Atlantik. Empat kesepakatan Atlantic Charter tersebut adalah
1. Tidak dibenarkan adanya usaha perluasan wilayah
2. Setiap bangsa berhak untuk menentukan usahanya sendiri
3. Setiap bangsa punya hak untuk turut serta dalam perdagangan dunia
4. Perdamaian dunia harus diciptakan agar setiap bangsa hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan.
Berdasarkan Piagam PBB pasal 73 dan resolusi majelis Umum 1514 Indonesia wajib memberikan hak pentuan nasib sendiri (Self Determination) bagi Bangsa Papua.
Hak dekolonisasi dan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua masih berlaku sampai dengan hari ini.
Karena tugas diberikan oleh PBB kepada Indonesia melalui 1 Mei 1963 tidak laksanakan sesuai dengan prinsip hukum internasional dan perjanjian New York pasal 18 satu orang satu suara pada tahun 1969.
Maka melalui momentum 60 tahun Indonesia menduduki Papua sebagai pemerintah sementara memiliki tanggung jawab moral untuk kebalikan wilayah West Papua kepada PBB untuk referendum.
Karena Indonesia gagal melaksanakan referendum di Papua tidak demokratis, cacat hukum dan moral. Sebab resolusi 2504 bukan merupakan resolusi politik atas hasil pepera 1969.
Resolusi 2504 merupakan resolusi ekonomi dan pembangunan serta infrastruktur selama 25 tahun. Resolusi 2504 dicatat sebagai notebook dalam agenda PBB bahwa Indonesia dan Belanda memiliki kewajiban membangun Papua 25 tahun.
Hal ini juga disepakati secara sepihak Indonesia dalam perjanjian rahasia Roma Agreement 30 September 1962. Indonesia dan diberikan tugas 25 tahun ini karena pelaksanaan referendum di Papua dianggap gagal melaksanakan berdasarkan prinsip hukum internasional.
Dengan demikian keberadaan Indonesia saat ini statusnya sebagai pemerintahan sementara berdasarkan amanat diterima 1 Mei 1963 hari ini genap 61 Tahun.
Selamat Berjuang Bangsa Terjajah
Minahasa 8 Agustus 2024
Ones Suhuniap