Notification

×

Iklan

Iklan

TPNPB-OPM Membebaskan Pilot Philip; Tamparan Keras Untuk Mahmud MD, Jokowi Dodo, & Prabowo Subianto Mr.Kakiabu 21 September 2024

September 22, 2024 | September 22, 2024 WIB Last Updated 2024-09-21T23:19:01Z

Antonius Tebai

West Papua, Suaralapago.news_Di zaman kontemporer ini, TPNPB-OPM di stigmatisasi oleh Mahfud Md sebagai Menteri pertahanan dalam negeri dan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia dengan nama Kkb, Teroris, Pengacau, pembunuh. Stigma ini lahir ketika Indonesia menanamkan paradigma buruk terhadap Orang Asli Papua terlebih Khusus kepada TPNPB-OPM. Dengan dasar paradigma buruk itulah Indonesia berusaha menyelesaikan konflik di Tanah Papua dengan pendekatan militer karena Indonesia menyadari bahwa di Papua itu ada kelompok pengacau, pembunuh, KKB, Teroris. 

Penyelesaian konflik di Tanah Papua dengan pendekatan militer selalu saja melahirkan konflik baru karena TNI-POLRI dengan TPNB-OPM mengandung unsur militer. Jika militer melawan militer maka keduanya mempertahankan ‘menang’ tanpa ada yang mau menyerah atau memaafkan kepada satu pihak, disitulah melahirkan konflik baru diatas konflik yang berkepanjangan dari tahun 1961 hingga kini. Misalnya sejak Indonesia menguasai Papua 1 Mei 1963 hingga kini konflik terus terjadi karena kecurigaan dan ketidakpercayaan antara TNI-POLRI dan Orang Asli Papua atau TPNPB-OPM dengan dasar stigma buruk itu. Militer mencurigai orang Papua ketika kesalahan paradigma militer terhadap orang asli papua. Kesalahan paradigma berpikir ini juga disebabkan karena tanah Papua diselimuti dengan label separatisme misalnya orang Papua teroris, KKB, Pengacau, bodoh, monyet dan lainnya. 

Kemudian, orang Papua mulai tidak percaya kepada pemerintah pusat ketika upaya penyelesaian konflik di Papua menggunakan pendekatan militer yang mengalami banyak korban, misalnya Operasi Sadar (1965-1967), operasi Brathayudha (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer Di Jayawijaya (1977), Operasi Sapuh Bersihi I dan ke II (1981), Operasi Galang I dan ke II (1982), dan Operasi Tumpas (1983- 1984). Jalan kekerasan yang ditempuh Pemerintah dalam menyelesaikan Konflik Papua juga dinyatakan Melalui Operasi Militer yang dilancarkan di Mapunduma (1996), dan peristiwa pelanggaran HAM di Wasior (2001), Wamena berdarah (2003), Abe berdarah (2006), Paniai berdarah (2014), operasi militer di mapunduma Nduga (2019-sekarang), operasi di Intan Jaya (2022) dan hingga kini pelanggaran HAM terus subur ditanah Papua (Neles Tebai, 2011, pp. 1-2) . Warga sipil telah menilainya bahwa kekuatan militer bukannya memberikan perlindungan dan kenyamanaan bagi warganya, tetapi sebaliknya, Kekuataan Militer di tanah Papua, justru menjadi sarang konflik bagi kehidupan rakyat sipil yang tidak bersalah. Mereka (Rakyat Sipil) telah dan sedang disingkirkan, diintimidasi, dan bahkan dibunuh, dieksploitasi dan disiksa, walau mereka tidak bersalah. Rakyat sipil sedang menderita di atas tanah leluhur bangsa Papua, karena kebenaran dan keadilan masih sulit ditegahkan di atas tanah Papua.

Apakah benar TPNPB-OPM adalah teroris, KKB, GPK, Pengacau, Pembunuh?

Baru-baru ini terdengar berita pembebasan Pilot Philip dari tangan TPNPB-OPM dengan dasar kemanusiaan. Kemanusian yang dasarnya pada setiap orang berhak untuk hidup bebas tanpa ada yang disiksa, dibunuh, dihina, diperkosa diperbudak, dijajah. Kebaikan dan kemanusian TPNPB-OPM terlihat jelas di publik bahwa manusia dengan memiliki akal budi itu mengedepankan hak untuk hidup sehingga membebaskannya tanpa ada problem dengan Negara Indonesia sekalipun. 

Dengan pembebasan pilot Philip itu, TPNPB-OPM yang selama ini distigmakan oleh Mahfut Md, Jokowi dodo, dan Prabowo Subianto dengan kkb, pengacau, pembunuh, monyet adalah paradigma buruk yang dilahirkan untuk melahirkan konflik antara TNI-POLRI dengan TPNPB-OPM tanpa berfikir bahwa mereka adalah manusia yang mampu berfikir untuk perdamaian, kemerdekaan, kemanusian dan keadilan untuk semua umat manusia. 

Paradigma buruk yang diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap TPNPB-OPM dengan stigma KKB, GPK, pembunuh, pemberontak adalah alasan untuk membangun pendekatan penyelesaian konflik Papua dengan kekuatan militer sehingga melahirkan konflik baru diatas tanah Papua tanpa memikirkan penyelesaian secara bermartabat. 

Bagaimana Penyelesaian konflik di Tanah Papua?

Pertama-tama yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah menghapuskan paradigma buruk terhadap orang Asli Papua dengan stigma Kkb, teroris, pembunh, monyet, bodoh terbelakang. Dalam pembebasan pilot Philip oleh TPNPB-OPM adalah tamparan keras kepada Mahfud Md, Jokowidodo, Prabowo Subianto bahwa mereka (TPNPB-OPM) adalah manusia yang memiliki akal budi dan marifat untuk menyelesaikan persoalan, bukan lagi KKB, Teroris, Pembunuh dan pengacau. Stigma KKB, pengacau, Pembunuh adalah paradigma buruk yang ditanamkan oleh pemerintah Indonesia untuk membangun pendekatan militer yang berulangkali melahirkan konflik baru antara Papua dan Jakarta. Setelah menghapuskan paradigma buruk terhadap orang asli Papua maka Pemerintah Indonesia (Mahfud Md, Joko Widodo, Prabowo Subianto) juga membangun penyelesaian konflik dengan pendekatan kemanusian yaitu melalui Dialog Damai. Karena itu, Jalan Kekerasan sendiri tidak akan pernah menyelesaikan kasus persoalan di Tanah Papua. Kiranya, Konsep Dialog-Jakarta Papua yang ditawarkan oleh Almarhum P. Dr. Neles Kebadabi Tebay, Pr menjadi acuan atau landasan pokok dalam pelaksaan dialog Jakarta Papua sejak dini. Perdamaiaan (Solusi Penyelesaiaan Konflik di Tanah Papua) (Dialog Mesti Melibatkan Semua Pihak Yang Bermasalah atau Semua Pihak yang Bertikai). Dialog Harus Melibatkan Semua Pihak. Dialog Jakarta-Papua sebagai upaya untuk menyelesaikan Persoalan Papua di tanah Papua termasuk pihak ketiga yang netral sebagai tim peninjau atas kesepakatan yang diambil oleh dua pihak yang bertikai. (*)

Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik St. Paulus Rasul Waena-Papua.
×
Berita Terbaru Update