Demokrasi ditentukan oleh mayoritas penduduk suatu negara, dan kebijakan politik penguasa akan selalu berpihak kepada mayoritas juga.
Tentunya regulasi diatur dalam sistem pemerintahan eksekutif dan legislatif akan dimenangkan oleh mayoritas perwakilan dikuasai di legislatif maupun eksekutif.
Penegakan hukum akan berpihak kepada mayoritas karena kekuasaan yudikatif dikendalikan mayoritas, maka penegakkan hukum dan keadilan berpihak kepada mayoritas.
Karena hal yang ditakuti Penguasa adalah ada pemberontakan oleh masyarakat yang mayoritas secara jumlah sehingga mereka mempraktekkan diskriminasi rasial terhadap minoritas selalu mengutamakan mayoritas.
Karena kaum mayoritas memberikan keuntungan kepada penguasa dan bisa mempertahankan kekuasaan selama didukung oleh mayoritas penduduk dan kursi parlemen.
Itulah sistem pemerintahan depotisme kekuasaan dan kleptokrasi dalam sistem pemerintahan melanggengkan ketenaran para borjuis parasit publik tak bermoral.
Bentuk pemerintahan depotisme kekuasaan oligarki mengendalikan seluruh kehidupan rakyat melalui kebijakan politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya untuk mempertahankan posisinya. Kekuasaan menginjak-injak rakyat, melanggar hukum hukum dan norma sosial untuk mematahkan kekuasaan oligarkinya.
Sedangkan bentuk pemerintahan kleptokrasi adalah praktek pemerintahan yang memperkaya diri para penguasa Borjuis nasional maupun lokal.
Dengan kata lain pemerintahan kleptokrasi menggunakan kekuasaan untuk merampok dan mencuri kekayaan negara mulai dari korupsi uang rakyat sampai dalil Pembangunan dan kesejahteraan mencuri kekayaan alam melalui perusahaan-perusahaan nasional maupun internasional.
Kekuasaan merampok, menghisap dan merampas kekayaan rakyat dimiliki rakyat atas nama negara karena ada legalitas dalam regulasi yang disebut semua kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
Namun faktanya negara dan kekuasaan merampas tanah untuk kepentingan Investasi dan memperkaya oligarki borjuis nasional dan lokal jadi boneka partai politik dan boneka kapitalisme.
Dampaknya adalah rakyat minoritas akan selalu menjadi objek kesejahteraan dan Pembagunan untuk kepentingan oligarki borjuis berkerja sebagai tenaga kerja partai politik yang mengutamakan politik elektoral.
Dilihat dari sistem kapitalistik dan praktek pemerintahan depotisme kekuasaan tidak akan pernah peduli terhadap kaum minoritas di suatu negara.
Maka dipastikan kebijakan politik jakarta dan di Papua mementingkan kebutuhan mayoritas rakyat maupun mayoritas borjuis di parlemen.
Hal ini bisa dilihat dari kekuasaan politik di legislatif maupun eksekutif dan yudikatif di Papua, dimana pemilu tahun 2024 hampir 60% dikendalikan oleh orang Non pribumi atau orang non Papua.
Kemudian kepemimpinan di eksekutif seperti bupati dan walikota berdasarkan regulasi undang undang otonomi khusus jilid II bukan hanya orang asli Papua melainkan orang non Papua diijinkan.
Dengan demikian kekuasaan politik di Papua legislatif maupun eksekutif pemilu 2029 bisa dimungkinkan 80% dikendalikan non pribumi.
Karena program transmigrasi akan ada perubahan demokrafi di Papua.
Artinya orang Non pribumi atau orang migran menguasai Papua melalui program transmigrasi secara tidak langsung mempengaruhi pemilihan umum tahun 2029 mendatang kekuasaan politik sepenuhnya dikuasai kaum migran.
Pada pemilu 2034 bisa berubah dimana kekuasaan politik di eksekutif dan legislatif di Papua baik 6 provinsi dan kabupaten kota di Papua 90 atau 100% dikendalikan oleh orang luar Papua.
Jika sudah demikian orang asli Papua secara subyektif di Papua tidak akan ada kekuatan yang berpihak kepada orang asli Papua karena tidak kekuasaan secara politik, hukum dan ekonomi dan pengambilan kebijakan dalam sistem.
Dengan demikian orang Papua Papua menjadi manusia minoritas dalam negara kesatuan Republik Indonesia tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membela diri di tanah air sendiri.
Nasib orang Papua bisa dipastikan sama dengan masyarakat Aborigin di Australia dan orang Indian di benua Amerika di kuasai oleh orang eropa.
Orang Asli Papua layak menolak program pemerintah Indonesia di Papua termasuk program transmigrasi dan program Pembangunan Strategis Nasional PSN.
Kerena program Rezim Prabowo Subianto dan Gibran tersebut ancaman serius mempercepat genosida ekosida Etnosida Terhadap orang asli Papua dan kehidupan di tanah air sendiri.
Karena hak politik hak demokrasi sudah monopoli oleh kaum migran yang datang menjadi mayoritas di Papua sehingga bisa dilihat dampaknya pemilu 2034 mendatang.
Orang asli Papua benar-benar akan termarjinalkan dan dimiskinkan oleh sistem yang monopoli sumber kehidupan disingkirkan dari kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan kaum migran.
Inilah neokolonialisme secara sistematis masif dan terstruktur dianggap biasa hal biasa tidak dilihat secara objektif dan kritis dampak yang ditimbulkan dari tindakan politik jakarta di Papua.
Hak Politik Hak Hidup Orang Asli Papua Terancam Bersama Indonesia