Notification

×

Iklan

Iklan

Gelar Doa Bersama dan Pamasangan Lilin, 25 Tahun Kasus Abepura Berdarah, Dilupakan Pemerintah Indonesia

Desember 11, 2024 | Desember 11, 2024 WIB Last Updated 2024-12-11T12:10:10Z
NDUGA, SUARALAPAGO.NEWS.Com- Dewan pimpinan cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se-Nusantara dan keluarga korban mendesak pemerintah pusat untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 7 Desember 2000 di Abepura, kota Jayapura, Papua.

Peristiwa tragis yang mengakibatkan 105 orang menjadi korban itu kemudian dikenal sebagai peristiwa “Abepura Berdarah”.

Bertepatan 24 tahun tragedi Abepura Berdarah, mahasiswa asal Nduga menggelar pembakaran lilin dan doa bersama di asrama Ninmin, Abepura, kota Jayapura, Papua.

Menti Tabuni, koordinator umum, dalam keterangan persnya, mengatakan, mahasiswa Papua khususnya Nduga tidak lupa dengan tragedi Abepura berdarah yang pernah terjadi hingga menelan korban nyawa dari warga sipil.

“Kami mahasiswa dan masyarakat Nduga tidak lupa dengan kasus Abepura berdarah sebagai tragedi yang pernah terjadi di masa lalu. Sama seperti tragedi Abepura berdarah, juga semua kasus yang terjadi di atas tanah ini, negara terus saja menyembunyikan kejahatan mereka terhadap orang Papua. Hal itu terbukti dengan tiadanya upaya negara mengungkap satu kasus pun,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima neodetik.news, Minggu (8/12/2024) malam.

Tabuni menyebutkan, hingga kini kasus pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di Tanah Papua belum pernah diselesaikan, sebaliknya kasus pelanggaran HAM terus bertambah.

“Semua kasus pelanggaran HAM tidak pernah diselesaikan, contohnya Abepura berdarah yang sengaja dibiarkan berlarut hingga puluhan tahun dan sengaja dilupakan begitu saja. Dan di saat bersamaan rentetan peristiwa pelanggaran HAM terus dilakukan oleh negara bersama aparatnya di Tanah Papua,” beber Menti.

Layta Kogoya, wakil koordinator menambahkan, melalui aksi pembakaran lilin dan doa bersama itu, mahasiswa meminta pemerintah segera mengungkap dan mengusut seluruh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

“Kasus pelanggaran HAM baik itu yang terjadi di masa lalu atau saat ini negara harus bertanggungjawab untuk selesaikan,” ujarnya.

Berikut pernyataan mahasiswa dan masyarakat Nduga dalam momentum peringati peristiwa Abepura Berdarah:

Pertama, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 1948 bertujuan memberi kesadaran semua bangsa tentang kemanusiaan bahwa sesungguhnya setiap manusia memiliki kodrat sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan yang harus dilindungi, dan manusia berhak atas hidup yang bebas tanpa, penindasan, intimidasi dan apalagi pembunuhan, maka jelasnya negara Indonesia telah melanggar hukum internasional, bahkan hukum Indonesia itu sendiri.

Kedua, pemerintah Republik Indonesia segera melakukan tindakan untuk meninjau kembali pelanggaran HAM di seluruh Tanah Papua, termasuk kasus Abepura berdarah 24 tahun lalu.

Ketiga, pemerintah Indonesia segera tarik militer organik dan non organik dari seluruh Tanah Papua karena adanya militer Indonesia itulah kasus pelanggaran HAM semakin meningkat seluruh Tanah Papua.

Keempat, kami mahasiswa dan keluarga korban suku Nduga menyatakan dengan tegas kepada negara Indonesia tidak mampu menyelesaikan satupun kasus yang terjadi di atas Tanah Papua, sepertinya Abepura berdarah, Wamena berdarah, Biak berdarah, Paniai berdarah, Nduga berdarah, dan lainnya.

Adapun data peristiwa Abepura berdarah yang dihimpun mahasiswa dari berbagai sumber: jumlah korban saat tragedi ini adalah 105 orang, 2 diantaranya meninggal dalam tahanan Polresta Jayapura akibat penyiksaan, 1 orang ditembak mati, dan 22 orang lainnya ditangkap dan disiksa.

Kasus Abepura berdarah terjadi dini hari 7 Desember 2000, sekitar pukul 01:30 WP, berawal dari penyerangan oleh orang tak dikenal (OTK) terhadap Mapolsek Abepura.

Dalam insiden itu, Bripka Petrus Eppa tewas bersama tiga warga sipil. Sekitar 100 meter dari Mapolsek Abepura, rumah toko (ruko) dibakar, selanjutnya OTK membunuh satuan pengamanan (Satpam) di kantor Dinas Otonom Kotaraja.

Di hari yang sama, sekitar pukul 02:30 WP, tiga asrama mahasiswa di Abepura yaitu asrama Ninmin, asrama Yapen Waropen dan asrama mahasiswa Ilaga, disisir aparat keamanan. Tak terkecuali pemukiman warga sipil di Abe Pantai, Kotaraja, dan Skyline.

Dalam penyisiran di Skyline, Elkius Suhuniap tewas. John Karunggu dan Orry Dronggi dari asrama Ninmin tewas di Polresta Jayapura akibat penyiksaan. Saat itu Kapolres Jayapura dijabat AKBP Drs. Daud Sihombing, SH dan Kapolda Papua adalah Brigjen Polisi Moersoertidarmo Moerhadi D. 


Reporter : Inggipilik Kogoya
×
Berita Terbaru Update