Notification

×

Iklan

Iklan

Politik Menghilangkan Makna Natal: Ketika Kehidupan Kehilangan Makna, Kematian Menjadi Tujuan

Desember 19, 2024 | Desember 19, 2024 WIB Last Updated 2024-12-18T16:16:18Z
Lanny Jaya, SUARALAPAGO.News- Seharusnya menjadi momen sakral untuk merayakan cinta kasih, pengharapan, dan damai yang dibawa oleh kelahiran Yesus Kristus. Namun, di tengah gemuruh dunia politik, nilai-nilai luhur Natal sering kali tereduksi menjadi alat untuk kepentingan tertentu. Alih-alih menjadi refleksi mendalam tentang makna kehidupan, Natal kerap diselimuti oleh intrik politik yang mengaburkan pesan damainya.

Politik yang Mengaburkan Nilai-Nilai Spiritual.

Dalam beberapa konteks, perayaan Natal tidak lagi menjadi waktu untuk merajut kebersamaan dan menanamkan harapan, melainkan kesempatan bagi para elite politik untuk menunjukkan pengaruh. Acara keagamaan yang semestinya berpusat pada spiritualitas malah berubah menjadi panggung kekuasaan. Kehadiran pejabat di mimbar-mimbar ibadah sering kali lebih berorientasi pada pencitraan dibandingkan penghormatan tulus terhadap esensi Natal.

Bahkan, janji-janji manis yang dilontarkan dalam suasana perayaan sering kali tidak lebih dari strategi untuk menarik dukungan politik. Kepentingan kelompok tertentu menggeser nilai kesederhanaan dan kasih yang menjadi inti Natal. Dalam suasana seperti ini, Natal bukan lagi tentang kedamaian melainkan tentang agenda-agenda yang sering kali menyulut perpecahan.
Kehilangan Makna Hidup: Dari Harapan ke Keputusasaan
Ketika makna Natal tereduksi oleh politik, ada dampak psikologis dan sosial yang mendalam bagi masyarakat. Natal sejatinya mengingatkan manusia pada pentingnya pengharapan di tengah situasi sulit. Namun, jika nilai ini terus dikaburkan, masyarakat dapat kehilangan pegangan akan makna hidup itu sendiri.
Kehidupan tanpa makna adalah kehidupan yang hampa. Dalam kehampaan itu, manusia cenderung terjebak pada keputusasaan, bahkan mengarah pada kehancuran. Ketika hidup kehilangan arah, kematian sering kali terlihat sebagai satu-satunya jalan keluar. Hal ini bisa dimaknai secara literal maupun metaforis, di mana masyarakat mulai mematikan empati, solidaritas, dan semangat kebersamaan mereka.

Natal sebagai Refleksi, Bukan Sekadar Perayaan

Untuk mengembalikan makna Natal yang sejati, diperlukan refleksi mendalam tentang pesan-pesan yang terkandung dalam kelahiran Kristus. Natal adalah panggilan untuk membangun kehidupan yang dipenuhi kasih, pengampunan, dan harapan. Jika politik terus mencampuri esensi spiritual ini, maka bukan hanya makna Natal yang hilang, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang mendasarinya.
Sebagai masyarakat, kita perlu menempatkan Natal pada tempat yang semestinya: sebuah momen suci untuk merenungkan arti kehidupan dan memperbaharui komitmen kita terhadap nilai-nilai yang lebih besar dari kepentingan individu atau golongan. Natal adalah tentang menghidupkan kembali harapan dan meyakini bahwa di tengah kekacauan dunia, ada cahaya yang membawa damai dan pengharapan bagi semua orang.

Penutup

Politik yang menghilangkan makna Natal adalah cerminan dari hilangnya nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam kehidupan modern. Saat Natal kehilangan pesannya, kehidupan menjadi tak berarti, dan pada akhirnya, kematian – baik secara fisik maupun spiritual – menjadi tujuannya. Oleh karena itu, mari kita menjaga makna sejati Natal dengan menjadikan cinta kasih, harapan, dan damai sebagai inti dari setiap perayaan dan tindakan kita.

AKHIRNYA SAYA MENGUCAPKAN *SELMAT MERAYAKAN HARI RAYA 25 DESEMBER 2024 & SELAMAT MENYONGSONG TAHUN 01 JANUARI 2025*

Penulis   : Yathius Fredlly Wenda, S.Ak
Reporter : Dani
Tepogi Yiginua, Lanny Jaya, Papua Pegunungan
19 Desember 2024
×
Berita Terbaru Update