Notification

×

Iklan

Iklan

Indonesia Mengabaikan Pengungsi internal Tetapi Peduli Dengan Pengungsi Rohingnya, Palestina dan Ukraina

Minggu, Januari 26, 2025 | 19:11 WIB Last Updated 2025-01-26T10:13:50Z
Foto Pengungsi Warga Distrik Oksop,  Kabupaten PegununganBintang, ProvinsiPapuaPegunungan

"Mengabaikan pengungsi orang Papua (Melanesian) sama halnya dengan menanamkan kebencian terhadap Pemerintahan Negara Indonesia"

PAPUA PEGUNUNGAN, SUARALAPAGO.news -Pengungsi di tanah Papua bukan hal baru bagi orang Papua. Sebab sejak awal Indonesia melakukan operasi militer dalam pencaplokan tanah Papua bagian darinya orang Papua telah mengungsi kemana-mana hingga keluar negeri. Bahra ribuan orang Papua meninggal di tengah hutan akibat operasi militer.

Sejak dulu pemerintah Indonesia tidak pernah berupaya memulangkan dan memulihkan keadaan para pengungsi akibat operasi militer di tanah Papua. Ini sebenarnya situasi yang buruk. Kondisi yang Rusak. Situasi ini Mengerikan. Keadaan yang Hancur. Dan tidak normal.

Akhir-akhir ini Pengungsi Nduga, Pegunungan bintang dan Maybrat terjadi di tengah Transisi Pemerintahan. Jakarta memainkan peran dalam memasang pemangku kepentingan di setiap daerah pada masa transisi Pemerintahan untuk memuluskan rencana jahatnya yang membanjiri pengungsian orang Papua.

*I. Transisi Pemerintahan dan Penempatan PJ Bupati serta PJ Gubernur yang belum memahami kondisi daerah.*

Transisi Pemerintahan terjadi dalam rangka melaksanakan tahapan pemilihan pemimpin baru dalam pemerintahan itu sendiri. Di tanah Papua khususnya wilayah Daerah otonomi Baru, beberapa pj. gubernur ditunjuk tanpa mengetahui sejarah, kehidupan sosial budaya dan lain sebagainya. Hal ini memberikan peluang kepada pihak lain yang memiliki kepentingan untuk dapat masuk dengan bebas dan leluasa. Bahkan beberapa PJ Gubernur atau PJ Bupati ditunjuk dari latarbelakang TNI dan POLRI.

Rentetan konflik yang terjadi Antara TPNPB dan TNI-Polri telah memakan korban yang tidak sedikit. Selain itu puluhan ribu orang Papua mengungsi ke hutan dan kota. Rentetan konflik ini terjadi di masa transisi Pemerintahan di tanah Papua.

Hampir semua PJ Bupati dan PJ. Gubernur tidak memiliki niat baik untuk menghentikan konflik serta memulangkan para pengungsi ke tempat asal mereka. Pertanyaannya yang paling mendasar adalah para PJ Bupati dan PJ Gubernur ini mereka ada untuk siapa?

Memang untuk urusan keamanan negara tidak bisa dicampur oleh pemerintah daerah, Namun yang menjadi korban adalah rakyat sipil yang tidak berdosa terhadap negara. Dalam konteks Tanah Papua urusan keamanan selalu tanpa koordinasi dengan pihak pemerintah provinsi dan daerah, termasuk Gereja, LSM dan lembaga hak asasi manusia lainnya.

Namun dari dulu tahun 1963 hingga kini tahun 2025 pendekatan militer tidak pernah menyelesaikan persoalan Papua. Melainkan menimbulkan banyak korban dan persoalan. Banyak TNI-Polri yang telah gugur. Banyak TPNPB yang gugur. Lebih dari itu adalah warga sipil orang asli Papua dan orang non Papua yang menjadi korban.

*II. Para pengungsi terlihat diabaikan Negara.*

Hingga sampai saat ini, negara tidak mampu bahkan mengabaikan para mengungsi di seluruh tanah Papua. 

Pengungsi Nduga terjadi sejak akhir tahun 2018, disusul dengan beberapa kabupaten lain di tanah Papua. Seperti pegunungan bintang di Kiwirok, Di Yahukimo, intan jaya, Maybrat dan lain sebagainya.

Saat menulis artikel ini saya ingat buku Alm. Tn Filep Karma tentang: Seakan kitorang setengah binatang.

Hendropriyono juga berkata bahwa pindahkan saja 2 juta orang Papua ke Manado, Sulawesi dan beberapa tempat lainnya supaya ras Melanesia hilang.

Apakah negara Indonesia melihat orang Papua (Melanesia/Pasifik) bukan sebagai Manusia? Apakah negara melihat orang Papua ( Melanesia) sebagai kriminal, perampok, penjahat, teroris, dll yang membahayakan negara sehingga dibiarkan begitu saja? Ataukah negara menganggap orang Papua (Melanesia) sebagai manusia bodoh, primitif, terbelakang dll sehingga tidak perlu diurus. Dan dianggap membuang-buang waktu, energi dan biaya? Dengan demikian negara menganggap orang Papua (Pengungsi) tidak perlu diurus?

Jika demikian, maka negara perlu melakukan perundingan dengan orang Papua untuk memutuskan mata rantai dan stigma tersebut. Perundingan tersebut harus dilakukan secara damai, demokratis yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral.

*III. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten juga mengabaikan Pengungsi.*

Daerah otonomi Baru di tanah Papua dibentuk dalam upaya meningkatkan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 

Dalam pembentukan negara, provinsi dan kabupaten, Subjek pembangunan adalah setiap individu dari masyarakat itu sendiri. Setiap negara indikator pembangunan adalah membangun Manusia. Jika manusia tidak dibangun maka itu bukan pembangunan.

Kendati demikian Pemerintah provinsi Papua pegunungan dan pemerintah kabupaten pegunungan bintang tidak melihat orang Papua (pengungsi) sebagai target pembangunan. Ini masalah. Mereka bukan pengungsi dari negara lain. Mereka bukan pelaku kejahatan. Mereka adalah korban. Mereka seharusnya mendapatkan hak yang sama di negara ini.

Para pengungsi dengan sengaja diusir dengan kekuatan aparat keamanan dari tempat tinggal mereka. Para pengungsi ini bukan tamu. Mereka bukan teroris. Mereka bukan penjahat. Mereka adalah tuan tanah yang sejak sebelum pemerintah Indonesia berdiri mereka telah menempati tempat itu.

Ini semua terjadi pada masa transisi Pemerintahan di tanah Papua. Saya pikir sebenarnya transisi Pemerintahan tidak memberikan goncangan atas jalannya roda pemerintahan. Oleh sebab itu pemerintah provinsi dan kabupaten musti turun ke masing-masing kamp pengungsian baik di hutan maupun di daerah perkotaan demi memberikan harapan dan jaminan.


*IV. Mereka harus pulang ke tempat asal.*

Orang Papua yang sedang mengungsi di setiap daerah harus pulang kembali ke dusun mereka, sebab otonomi khusus telah memecah pecahkan orang Papua berdasarkan setiap marga dan keturunan. Dengan demikian warisan tanah dan hutan telah diturunkan kepada masing-masing diantara mereka (pengungsi). Oleh sebabnya mereka harus kembali pulang untuk menjaga dan menikmati dusun (Hutan dan Tanah).

Pemerintah musti memberikan jaminan keamanan bagi orang Papua di pengungsian. Sebab pemerintah ada karena masyarakat. Termasuk mereka yang mengungsi.

Pemerintah harus mampu menjadi fasilitator untuk memulangkan para pengungsi dari dan ke tempat asal mereka. Pemerintah tidak boleh kekurangan cara, banyak NGO yang bisa diajak kerja sama termasuk para pegiat HAM dan kemanusiaan.

Ketidakpedulian terhadap situasi pengungsian seperti ini justru menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan negara republik Indonesia di tanah Papua. Sebab banyak yang meninggal di pengungsian, lahir di Kamp Pengungsian, sakit di pengungsian, lapar, dingin dan lain sebagainya. Selain itu hak pendidikan, hak kesehatan, hak kebebasan, kenyamanan dan lainnya dibunuh oleh aparat keamanan.

Wamena, 26 Januari 2025.

*Yefta Lengka* 
(Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan asal Wamena)
×
Berita Terbaru Update