Notification

×

Iklan

Iklan

Krisis Pengungsi di Papua: Desakan Penarikan Pasukan dan Pemulihan Hak Warga

Januari 04, 2025 | Januari 04, 2025 WIB Last Updated 2025-01-04T11:36:04Z
Oleh : Yathius Fredlly Wenda S.Ak ; Pemuda Papua pegunungan

WAMENA, Suaralapago.news_Situasi di Papua, khususnya di wilayah Nduga dan Pegunungan Bintang, mencerminkan potret suram pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut. Operasi militer yang berlangsung di Distrik Kroptak, Nduga, hingga Distrik Oksop, Pegunungan Bintang, telah menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi masyarakat sipil. Ribuan warga terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah, ternak, dan fasilitas umum mereka yang hancur akibat tindakan militer yang berlebihan.

Pengungsi Nduga: Kehidupan yang Tertunda
Di Distrik Kroptak, Kabupaten Nduga, ribuan warga mengungsi setelah operasi militer pada Desember 2024. Menurut laporan tokoh intelektual asal Nduga, Samuel Tabuni, para pengungsi kini berada di posko darurat di Wamena, menghadapi kondisi yang memprihatinkan tanpa akses memadai ke makanan, air bersih, atau layanan kesehatan.

Sekitar 30 kepala keluarga, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan lansia, kini hidup dalam ketidakpastian. Rumah mereka hancur, dan tempat ibadah yang menjadi pusat komunitas ikut dirusak. Samuel menegaskan bahwa situasi ini adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang memerlukan tindakan segera dari pemerintah dan aparat keamanan.

Distrik Oksop: Trauma di Kampung Mimin
Sementara itu, di Pegunungan Bintang, Kampung Mimin menjadi simbol lain dari pelanggaran HAM. Kehadiran 400 prajurit TNI di Distrik Oksop, yang menggunakan Gereja GIDI Efesus Sape sebagai pos keamanan, telah menimbulkan trauma dan ketakutan di kalangan masyarakat. Gereja, tempat yang seharusnya menjadi rumah spiritual, kini berubah menjadi simbol dominasi militer.

Warga Kampung Mimin dilabeli sebagai penghuni "zona merah" dan dilarang kembali ke kampung halaman mereka. Situasi ini memperburuk penderitaan mereka, dengan banyak warga terpaksa mengungsi ke hutan atau kampung tetangga.

Pelanggaran Hak dan Kehidupan yang Tertunda
Penggunaan tempat ibadah sebagai pos keamanan dan penghancuran rumah warga di kedua wilayah ini adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Operasi militer yang meluas hanya memperparah penderitaan masyarakat sipil dan menciptakan trauma kolektif.

Tuntutan Bersama untuk Keadilan
Sebagai bentuk solidaritas, kami—Yathius Fredlly Wenda, Samuel Tabuni, dan seluruh elemen masyarakat Papua—mendesak langkah-langkah berikut:

1. Hentikan Operasi Militer Berlebihan: Penempatan pasukan TNI harus dilakukan tanpa mengorbankan hak masyarakat sipil.


2. Tarik Pasukan dari Kampung Mimin dan Distrik Kroptak: Aparat keamanan perlu ditempatkan di lokasi strategis yang tidak mencederai hak warga.


3. Pulihkan Hak Warga: Fasilitas publik, rumah, dan tempat ibadah yang rusak harus segera diperbaiki, dan pengungsi dipulangkan dengan rasa aman.


4. Selesaikan Konflik Secara Beradab: Pemerintah harus mengutamakan dialog dan pendekatan humanis untuk menyelesaikan konflik di Papua.



Saatnya Pemerintah Bertindak Tegas
Masalah di Nduga dan Pegunungan Bintang adalah cerminan krisis kemanusiaan yang membutuhkan perhatian serius. Jika terus dibiarkan, trauma dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara akan semakin dalam.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kita semua harus bersuara demi keadilan. Kehidupan warga Kampung Mimin, Distrik Kroptak, dan seluruh wilayah konflik di Papua adalah tanggung jawab kita bersama. Mari hentikan pendudukan, pulihkan hak warga, dan wujudkan Papua yang damai, adil, dan bermartabat.
×
Berita Terbaru Update